bebek

Cartoons Comments Pictures
SELAMAT DATANG

Saturday 1 February 2014

Makalah Ushul Fiqih - MASLAHAH MURSALAH


 
MASLAHAH MURSALAH


Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kulia: Ushul Fiqih
                                             
  



  

  


Disusun Oleh: Kelompok 7
IMAM TANTOWI
PUSRIYANTI
TERI MULYANI
KHAIRUL MANAN






JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
ISTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) BENGKULU
2013
  


BAB I
PENDAHULUAN

A. Pendahuluan
Dalam perkembangan Islam banyak sekali dasar yang telah menjadi dasar hukum yang kita ketahui selain Al-Qur’an dan As-Sunnah dimana contohnya Ijma, Uruf dan lain sebagainya. Sebagaimana sudah menjadi perbincangan para ulama ushul fiqih. Dan banyak pula perbedaan para ulama-ulama ushul fiqih dan para imam-imam, ada yang mangakui kehujjahan dari maslahah mursalah dan ada pula yang menolak kehujjahannya.
Dari latar belakang diatas kami mengambil kesimpulan yang telah kami rumuskan dalam beberapa rumusan masalah, yaitu pertama; pengertian maslahah mursalah, kedua; macam-macam maslahah mursalah, ketiga; syarat-syarat  maslahah mursalah, keempat; dalil para ulama. 



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Maslahah Mursalah
Dari segi bahasa, kata Al-Maslahah adalah seperti lafazh al-manfa’at, baik artinya ataupun wajan-nya (timbangan kata), yaitu kalimat mashdaryang sama artinya dengan kalimat ash-Shalah, seperti halnya lafazh al-manfa’at sama artinya dengan al’naf’u. [1]
maslahah mursalah terdiri dari dua kata yaitu maslahah dan mursalah. maslahah adalah manfaat atau suatu pekerjaan yang mengandung manfaat. Menurut imam al gazali (mazhab syafi’i) maslahah adalah mengambil manfaat dan menolak kemudharatan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syara’, ia memandang bahwa suatu kemaslahatan harus sejala dengan tujuan syara’ sekalipun bertentangan dengan tujuan-tujuan manusia. Alasanya, kemaslahatan manusia tidak selamanya dengan tujuan-tujuan manusia. Alasanya, kemaslahatan manusia tidak selamanya didasarkan kepada kehendak syara, tetapi sering didasarkan kepada kehendak hawa nafsu.[2]
Sedangkan maslahah mursalah :
هو كل مصلحة لم ير د في الشرع نص  على اعتبار ها او بنو عها
“Adalah setiap kemaslahatan yang tidak terdapat dalam nash syariat (AL-Qur’an dan sunnah ) dalam mengambil pengajaran pada wujud dan macam-macam”
            Menurut  istilah ahli ushul, masalah dapat diartikan kemaslahatan yang disyariatkan oleh syar’I dalam wujud hukum, dalam rangka menciptakan kemaslahatan di samping tidak terdapat dalil yang membenarkan dan menyalahkannya.[3]
            Jadi masalahah mursalah ialah masalah-masalah yang bersesuain dengan tujuan-tujuan syariah islam, dan tidak di topang oleh sumber dalil yang khusus baik bersifat meligitimasi atau membatalkan maslahat tersebut.[4]
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan maslahah mursalah adalah suatu kemaslahatan yang dipandang  oleh manusia tidak terdapat dalilnya dalam alqur’an dan sunnah baik dalil yang membenarkan maupun dalil yang menyalahkan.


B.     Macam-macam maslahah mursalah
Maslahah mursalah ada beberapa macam ditinjau dari beberapa segi:
1.      Berdasarkan segi kualiatas  dan kepentingan ke maslahatan5
a.       Maslahah dharuriyah, yaitu kemaslahatan yang berhubungan dengan kebutuhan pokok umat manusia di dunia dan di akhirat. Yang termasuk dalam kemaslahatan ini adalah memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara keturunan dan memelihara harta.
b.       Maslahah hajjiyah, yaitu kemaslahatan yang dibutuhkan dalam menyempurnakan kemaslahatan pokok atau mendasar sebelumnya berbentuk keringan untuk mempertahankan dan memelihara kebutuhan dasar manusia. Misalnya dalam bidang ibadah  diberi keringanan meringkas shalat ( menjama’) dan berbuka puasa bagi orang yang musafir dalam bidang muammalah antara lain dibolehkan berburu binatang, melakukan jual beli pesanan.
c.       Maslahah tahsiniyah, yaitu kemaslahatan yang bersifat pelengkap berupa keleluasa yang dapat melengkapi kemaslahatan sebelumnya. Misalnya, dianjurkan untuk memakan makanan begizi, berpakaian yang bagus dan berbagai jenis cara menghilangkan najis dari badan manusia.
2.      Berdasarkan segi perubahan maslahah[5]
a.      Maslahah tsabitah, yaitu kemaslahatan yang sifatnya tetap,tidak berubah sampai akhir zaman. Mislanya berbagai kewajiban ibadah seperti shalat dan lainya.
b.      Maslahah mutaqhairah, yaitu kemaslahatan yang berubah-ubah sesuai dengan perubahan tempat, waktu, dan subyek hukum. Kemaslahatan seperti ini berkaitan dengan permasalahan muamalah dan adat kebiasaan, seperti makan makanan yang berbeda-beda antara daerah yang satu dengan yang lainnya.
3.      Berdasarkan keberadaan maslahah menurut syara’ mustafah asylabi pembagianya sebagai berikut7
a.       Kemaslahatan yang di dukung oleh syara’ artinya adanya dalil khusus yang menjadi dasar bentuk dan jenis kemaslahatan tersebut. Misalnya tentang hukuman atas orang yag meminum-minuman keras.
Hukum yang terdapat dalam alhadist difahami berlainan oleh para ulama’ fiqih. Hal ini disebabkan perbedaan alat memukul yang digunakan nabi Muhammad saw ketika melaksanakan hukuman bagi orang yang meminu minuman keras. Ada hadist yang menerangkan alat yang digunakan adalah pelepah kurmah sebanyak 10 kali. Dan ada yang mengqhiyaskan dengan hukuman penuduh zina yaitu 80 kali. Pendapat yang terakhir ini menurut ahli ushul fiqh sangat cocok untuk digunakan sebab di dukung oleh syara’ sebab baik jenis maupun bentuknya disebut muslahah mu,tabarah.
b.       Kemaslahatan yang ditolak oleh syara’ karena bertentangan dengan ketentuan syara’, syara’ yang menentukan bahwa orang yang memlakukan hubunga sexsual disiang hari dalam bulan ramadhan dikenakan hukuman memerdekakan budak, atau puasa selam dua bulan berturut-turut, atau memberi makan 60 oarang fakir miskin, dan ulama’ ushul fiqh memberikan pandangan bahwa yang diutamakan adalah puasa dua bualan berturut-turut karena hal yang demikian itu sangat relevan dengan tujuan syara’
c.       Kemaslahatan yang keberadaan tidak didukung syara’ dan tidak pula dibatalkan syara’ melalui dalil yang rinci. Kemaslahatan dalam bentuk ini di bagi dua. Kemaslahatan yang tidak di dukung oleh syara’ baik secara rinci maupun umum, tatapi didukung oleh nash, yang disebut maslahah qharibah. Namun mereka tidak dapat memberikan contohnya. Dan kemaslahatan yang kedua disebut maslahah mursalah. Kemaslahatan ini didukung oleh sekumpulan nash walau bukan nash yang rinci.
C.     Syarat-syarat maslahah mursalah
Ada berapa syarat yang harus dipenuhi untuk kemaslatan itu, yakni :
a.      Adanya persesuaian antara maslahat yang di pandang sebagai sumber dalil yang terdiri dari tujuan tujuan syariat.
b.      Maslahat itu harus masuk akal, mempunyai sifat-sifat yang sesuai dengan pemikiran yang rasional, dimana seandainya diajukan kepada rasionalis akan diterima.
c.       Pengguna dalil maslahat ini dalam rangka menghilangkan kesulitan yang terjadi. Dalam pengertian, seandainya maslahat yang dapat diterima akal itu tidak di ambil, niscaya manusia akan mengalami kesulitan.
d.      harus benar-benar membuahkan maslahah. Maksudnya ialah agar bisa diwujudkan pembentukan hukum itu mendatangkan kemanfaatan dan menolak kemudharatan. Jika maslahah itu berdasarkan dugaan atau pembentukan hukum itu mendatangkan kemanfaatan tanpa pertimbangan apakah maslahat itu bisa lahir lantaran pembentukan hukum itu atau tidak berarti maslahat itu hanya diambil berdasarkan dugaan semata. Misalnya, maslahat dalam hal merampas hak suami dalam menceraikan istrinya, kemudian hak talak itu dijadikan sebagai hak qadhi dalam seluruh suasana.
e.       maslahah itu sifatnya  umum, bukan bersifat perorangan, maksudnya ialah bahwa dalam kaitan dengan pembentukan hukum atas suatu kejadian  atau maslahah dapat melahirkan kemanfaatan bagi kebanyakan umat manusia yang benar-benar dapat terwujud atau bisa menolak mudharat , atau tidak hanya mendatangkan kemanfaatan bagi seseorang atau beberapa orang saja, karena itu hukum tidak bisa disyariatkan lantaran hanaya membuahkan kemaslahatan secara khusus kepada pimpinana atau orang-orang tertentu dengan tidak menaruh perhatian kepada kemaslahatan umat. Dengan kata lain kemaslahatan itu harus memberi manfaat bagi seluruh umat.
f.        pembentukan hukum dengan mengambil kemaslahatan ini tidak berlawanan dengan tata hukum atau dasar ketetapan nash dan ijma’. Karena itu tuntutan kemasalahatan untuk mempersemakan antara hak laki-laki dan perempuan dalam hal pembagian harta warisan, merupakan masalah yang tidak bisa di benarkan sebab masalah yang demikian ini adalah batal.
Syarat-syarat di atas tersimpul dalam lima jaminan dasar kemaslahatan manusia sebagai berikut [6]
1.      Keselamatan keyakinana agama.
2.      Keselamatan jiwa.
3.      Keselamatan akal.
4.      Keselamatan keluarga dan keturunan.
5.      Keselamatan harta benda.
Hal ini selaras dengan maqsid as syariah, yakni untuk memelihara lima rukun kehidupan manusia yakni agama, akal, keturunan, harta, dan jiwa.
Lima dasar inilah yang menjadi patokan untuk mengatakan sesuatu itu masalahah atau tidak. Dengan ditetapkanya lima dasar kemaslahatan ini tidak semua yang di anggap maslahat oleh seorang itu menjadi ketentuan dalam menetapakan hukum.
D.    Dalil-dalil masalahah Mursalah
Adanya dalil umum yang diungkap oleh ulama, yang menjadi maslahah mursalah sebagai hujjah, beberpa diantaranaya adalah sebagai berikut [7]:
a.      Praktek para sahabat yang telah menggunakan maslahah mursalah diantaranaya: Sahabat mengumpulkan al qur’an kedalam beberapa mushaf, padahal Rasulullah tidak pernah menyuruh. Dengan tujuan untuk menjaga kitab  ini dari kepunahan. Dan yang lainya adalah khulaurrasidin menetepkan keharusan menanggung ganti rugi kepada para tukang. Sebab kalu tidak dibenai dengan ganti rugi maka mereka akan ceroboh dalam memegang amanah dari majikanya. Kemudian contoh yang lain adalah saat umar bin  khattab memerintahkan para penguasa agar memisahakan antara harta kekayaan pribadi dengan harta diperoleh dari kekuasaan agara terhindar dari manipulasi.
b.      Adanaya maslahah sesuia dengan maqhasaid as syariah artinaya dengan mengambil masalahah berarti sama dengan merealisasikan maqhasaid as syariah. menggunakan dalil maslahah atas dasar bahwa ia adalaha sumber hukum pokok yang berdiri sendiri.
c.       Seandainya maslahah tidak diambil pada setiap kasus yang jelas mengandung maslahah selama berada dalam katek maslahah syariah, maka orang-orang mukalaff akan mengalami kesulitan dan kesempitan.
d.      Kemaslahatan uman manusia itu sifatnya selalu actual. Karena itu jika tidak ada syari’at hukumyang berdasarkan maslahah mursalah yang berkenaan dengan maslahah baru sesuia tuntutan perkembangan, maka pembenttukan hukum hanya akan terkunci berdasarkan maslahah yang berdasarkan maslahah yang mendapat pengakuan syar’I, dengan demikian kemaslahatan yang dibutuhkan umat manusia disetiap masa dan tempat menjadi terabaikan,
berarti pembentukan hukum tidak melihat kemashatan ummat manusia. Hal ini tidaklah cocok dan tidaklah sesuai dengan maksud syari’at yang selalu ingin mewujudkan maslahatan bagi kehidupan umat manusia.
Dibawa ini akan di terangkan pendapat beberapa orang ulama didalam kitab ushul tentang almaslahah al-mursalah[8]
1.      Al-amidi berkata dalam kitab al-ihkam, IV: 140, “para ulama dari golongan syafi’i,hanafi dan lain-lain telah sepakat untuk tidak berpegang kepada istishlah,kecuali imam malik, dan diapun tidak bersependapat dengan para pengikutnya. Para ulama tersebut sepakat untuk tidak memakai istishlah dalam setiap kemaslahahan kecuali dalam kemaslahatan yang penting dan khusus secara qath’I mereka tidak menggunakanaya dalam kemslahatan yang tidak penting tidak berlaku umum, serta tidak kuat.
2.      Menurut ibnu hajib, sesuatu yang tidak ada dalilnya itu disebut mursal. Akan tetapi kalau gharibatau ada pembatalanya maka dalil itu tertolak secara sepakat. Adapun bila dalilnya sesuai , maka imam Al-ghazali memakainya, dia menerimanya dari Asy-syafi;idan malik. Namun yang lebih utama adalah menolaknya.
3.      Imam Asy-syatibi berkata dalam kitab Al Istifham, II :111-112 pendapat tentang adanya maslahah mursalah itu telah diperdebatkan di kalangan para ulama, yang dapat di bagi dalam empat pendapat:
a.   Al- qadhi dan beberapa ahli menolaknya dan menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak ada dasarnya.
b.   Imam malik menganggapnya ada dan memakainya secara mutlak.
c.    Imam Asy-Syafi’I dan para pembesar golongan Hanafiyah memakai Al-mashlahah al-mursalah dalam permasalahan yang tidak di jumpai dasar hukumanya yang shahih. Namun mereka mensyaratkan dasar hukum yang mendekati hukum yang shahih. Hal itu senada dengan pendapat Al-juwaini.
d.   Imam Al-ghazali berpendapat bahwa bila kecocokannya itu ada dalam tahap tahsim atau tajayyun (perbaikan), tidaklah dipakai sampai dalil yang lebih jelas, adapun bilaberada pada martabat penting boleh memakainya, tetapi harus memenuhu beberapa  syarat.
Dia pun berkata, jangan samapai para mujtahid menjauhi untuk melaksanakanya. Namun pendapatnya berbeda-beda tentang derajat pertengahan: Yakni martabat kebutuhan. Dalam kitam Al-mustasyfa,dia menolaknya, namun dalam kitab Syafa’u al-ghazalil, dia menerimanya

 
BAB II
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Maslahah mursalah adalah suatu perbuatan yang mengandung nilai baik (manfaat) dan memelihara tercapainya tujuan-tujuan syara’ yaitu menolak mudarat dan meraih maslahah.
Obyek maslahah mursalah berlanddaskan pada hukum syara’ secara umum juga harus diperhatikan adat dan hubungan antara satu manusia dengan yang lain. Secara ringkas maslahah mursalah itu juga difokuskan terhadap lapangan yang tidak terdapat dalam nash, baik dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang menjelaskan hukum-hukum yang ada penguatnya melalui suatu I’tibar.
Daftar pustaka
nurdin, Zurifah, ushul fiqih 1, 2012. bengkulu
Syafe’I, Rahmat. 1999. Ilmu Ushul Fiqih. Pustaka Setia : Bandung








[1] Prof. DR. Rachmat Syafe’I, MA, Ilmu Ushul fiqih, Pustaka Setia, 1999.  hlm :117
[2] Zurifah nurdin, M.Ag, ushul fiqih 1, 2012. Hlm : 56
[3] Opcit, hlm : 56
[4] Opcit,,
[5] Opcit,hlm  57

[6] Opcit, hlm 61

[7] Opcit, hlm 61

[8] Ibid, ilmu ushul fiqih, hlm : 122

1 comment: